Dari Kerja Paksa Hingga Lumpur Lapindo
Dari
Kerja Paksa
Hingga
Lumpur Lapindo
Oleh : Novianis Nur Mufidah
Buku dengan jumlah 211 halaman yang
ditulis oleh tim Java Collapse dan diterbitkan oleh INSISTPress bekerjasama
dengan Walhi dicetak pertama kali pada tahun 2010 ini berjudul Dari
Kerja Paksa Hingga Lumpur Lapindo. Di dalamnya berisi tentang
masalah-masalah yang terjadi di Indonesia yang sebenarnya adalah masalah serius
namun tak kunjug teratasi hingga berlarut-larut dan bisa dikatakan mungkin
sudah terlupakan.
Mulai dari kerja paksa masa
Deandels membangun jalan raya Anyer-Panarukan yang mengorbankan puluhan ribu
rakyat Pribumi. Yang hasilnya begitu nyata dan justru menguntungkan bagi
pihak-pihak tertentu yang hingga sekarang menjadi acuan proses industrial Jawa,
yang memberi dampak lanjutan kepada model pengembangan seperti yang dilakukan
Deandels.
Gaya hidup sampah yang terjadi di
Kota Kembang, Bandung akibat tak terkelolanya TPA Leuwigajah yang mengakibatkan
longsornya 2,7 juta meter kubik sampah hingga menenggelamkan pemukiman dengan sampah,
hingga harum nama kota Paris van Java ini tercoreng. Namun masyarakat Bandung
yang kreatif bisa memanfaatkan apa yang ada. Ironisnya pemerintah justru
menikmati saja apa yang tengah terjadi hingga saat ini.
Lalu tersingkirkannya masyarakat
Betawi dari tanah nenek moyangnya akibat banyaknya kebudayaan yang masuk ke
daerah mereka, Jakarta, hingga harus terancam jatidiri mereka. Akulturasi dan
asimilasi budaya, juga percampuran genetik yang telah menghilangkan jejak
masyarakat Betawi. Tidak ada solusi lanjutan dari pemerintah.
Kemudian Yogyakarta yang bangkit
kembali pasca gempa 27 Mei 2006 yang kurang lebih menelan korban 5.930 jiwa ini
bngkit kembali bukan atas dasar sistem yang dibuat oleh negara, melaikan
semata-mata atas dasar solidaritas sesama warga dan kerabat mereka.
Hingga kasus lumpur akibat
eksploitasi migas oleh PT. Lapindo bratas di Sidoarjo Jawa Timur yang mengalami
kegagalan sistem. Hingga saat ini tidak ada kepastian akan berakhirnya luapan
lumpur panas tersebut. Mirisnya warga sekitar tidak ada reaksi yang menunjukan
kemarahan dan perlawanan tehadap pihak bersangkutan.
Itulah beberapa gambaran perluasan
proyek infrastruktur wilayah yang selalu mengatasnamakan kemakmuran dan
kesejahteraan warga. Sementara yang terjadi hanya lingkaran kelompok elit saja
yang menikmati keuntungan. Jer Basuki(Ku)
Mawa Bea(Mu) Kemakmuran untuk elit dibangun di atas kesengsaraan warga
dengan darah dan nyawa. Mengejar investasi semata, tanpa memperdulikan
keselamatan warga dan keberlangsungan ekologi adalah ciri khas bangsa ini.
Untuk itu mulailah berbenah dari hal-hal kecil dari diri sendiri. Perubhan
kecil aakan berdampak besar dikemudian hari J.
Komentar
Posting Komentar